Konflik Kepemilikan Pulau Dokdo/Taheshima
Antara Jepang dan Korea Selatan Memanas
Korea
Selatan telah memanggil seorang pejabat kedutaan besar Jepang, untuk memprotes
jajak pendapat kontroversial pada sekelompok pulau yang disengketakan. Korea
Selatan menilai survey yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang tidak etis dan
mengganggu hubungan kedua negara, apalagi pulau yang dimasukan dalam materi
survey tersebut masih dalam sengketa antara Korea Selatan dan Jepang.
Pemerintah Jepang yang melakukan survei terhadap 3.000 orang dewasa Jepang di atas usia 20, pada kedaulatan pulau-pulau, yang dikenal sebagai Dokdo di Korea dan Takeshima di Jepang.
Pemerintah Jepang yang melakukan survei terhadap 3.000 orang dewasa Jepang di atas usia 20, pada kedaulatan pulau-pulau, yang dikenal sebagai Dokdo di Korea dan Takeshima di Jepang.
Hasil
jejak pendapat tersebut menyatakan bahwa 60 persen dari mereka berpendapat
bahwa pulau Takeshima masuk dalam wilayah Jepang, walaupun Korea Selatan juga
mengklim pulau tersebut masih dalam kawasan nasional Korea Selatan.
Korea
Selatan telah membuat pengaduan resmi ke Takehiro Funakoshi, urusan politik
menteri Kedutaan Besar Jepang di Seoul. Pemerintah Korea Selatan telah disebut
jajak pendapat sebuah 'tindakan provokatif' terhadap wilayahnya.
Klaim
yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap Kepulauan Dokdo atau Takeshima
mendapat tentangan dari Jepang yang merasa memiliki pulau itu dengan sah.
Jepang
menganggap Kepulauan Dokdo sebagai bagian dari kedaulatannya berdasarkan pada
persetujuan Perjanjian San Francisco. Dalam perjanjian tersebut disebutkan
bahwa Jepang tidak harus mengembalikan Pulau Dokdo kepada Korea, bahkan dalam
pasal 2 perjanjian tersebut sama sekali tidak disinggung mengenai kewajiban
Jepang untuk mengembalikan Pulau Dokdo hanya diwajibkan untuk mengembalikan
sebagian wilayah Rusia.
Awal
dari kepemilikan Jepang atas pulau Dokdo berdasarkan pada aneksasi Jepang ke
Semenanjung Korea yang mengakibatkan pihak Korea masuk dalam daftar negara
jajahan Jepang.
Dengan
aneksasi tersebut Jepang mengambilalih hak wilayah maupun urusan diplomatik
Korea. Berdasarkan pada perjanjian itu Jepang merupakan pemilik yang sah,
Jepang telah memasukan pulau tersebut kedalam sebuah distrik territorial atau
prefektur, yaitu prefektur shimane dan telah melakukan efektifitas di pulau
tersebut.
Kepemilikan
Jepang yang sah atas pulau Dokdo mendapat bantahan dari Korea Selatan. Pihak
Korea Selatan juga merasa memiliki pulau tersebut. Menurut Korea Selatan, pulau
tersebut merupakan bagian dari wilayahnya berdasarkan pada fakta sejarah yang
ada. Korea telah memiliki pulau tersebut sejak jaman tiga kerajaan pada tahun
512 masehi. Dokdo atau Takeshima adalah
pulau yang terletak kira-kira di pertengahan antara Semenanjung Korea dan
kepulauan Jepang (pada 37 ° 14 26,8 N dan 131 ° 52 10,4 E).
Sebenarnya,
Dokdo bukan satu pulau tapi merupakan gugusan pulau. Dokdo terdiri dari dua
pulau utama, Dongdo (Pulau Timur) and Seodo (Pulau Barat), yang sekitar 89
batu-batu yang lebih kecil tersebar. Kawasan Dongdo memiliki luas 73297m ², dan
Seodo memiliki luas 88639m ². Total luas kawasan Dokdo adalah 187.453 m².
Opini
Saya :
Perseteruan
jepang dengan Korea selatan tentang kepemilikan pulau Dokdo atau Taheshima
sebenarnya hanya segelintir kasus konflik kedua negara tersebut. Sebelumnya bnayak
perseteruan yang terjadi antar kedua negara tersebut. Dikatakan bahwa kedua
negara ini adalah tetangga yang jaraknya tidak terlalu jauh, seperti indonesia
dengan malaysia. Namun apa mau dikata pepatah mengatakan “Tetangga yang paling
dekat adalah musuh yang paling dekat pula” .itulah peribahasa yang saya
rasa cocok untuk menggambarkan kondisi kedua negara tersebut.
Awal
ketegangan dimulai dari perang dunia 2 dimana jepang menduduki kekuasaan korea
saat itu korea resmimenjadi jajahan jepang. Sampai terdengar kasus bahwa biang
dari pecahnya Korea menjadi korea Utara dan Selatan adalah buntut dari
pendudukan jepang.
Pasca
perang dunia 2 jepang menyerahpada sekutu, saat itu bagian utara korea banyak
singgah pihak dari Uni Soviet (Rusia) dan bagian selatan banyak tentara Amerika
yang mendiaminya. Maka saat jepang menyerahkan kekuasaan pada sekutu terbagilah
korea menjadi dua bagian, dengan faham negara yang berbeda satu sama lain. Korea
selatan banyak dipengaruhi amerika denagan faham liberalnya sedangkan Korea
utara saat itu banyak dipengaruhi Uni Soviet dengan faham Komunis. Hingga hubungan
korea selatan dan utara menjadi jauh dan
disekat dengan faham yang berbeda.
Pihak
Korea selatan mengklaim jepanglah biang dari pecahnya korea, bukan hanya di
bangku pemerintahan yang percaya klaimtersebut dari kaum sipilpun saat ditanya
jajak pendapat tentang perseteruan korea utara dan selatan banyak responden
yang menjawab ini ulah jepang. Seperti tidak ada lagi ikatan kekerabatan sesama
negara asia, kedua negara ini terus bersitegang persaingan demi persaingan
terjadi antar kedua negara tersebut.
Pernah
pula terjadi ketegangan antara kedua negar tersebut, seperti dilansir pada
REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL --
Ketegangan hubungan diplomatik antara Korea Selatan (Korsel) dan Jepang
terulang. Menteri Luar Negeri Korsel,
Yun Byung-se mendadak membatalkan kunjungannya ke Tokyo. Pembatalan adalah
bentuk protes Seoul atas kunjungan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe ke Kuil
Yasukuni.
"Sikap kami tetap sulit menerima kunjungan (ke Kuil Yasukuni) tersebut. Menteri Yun memutuskan untuk (membatalkan) kunjungan kali ini," kata seorang pejabat Kemenlu di Seoul seperti diberitakan laman berita resmi Korsel, Yonhap, Senin (22/4).
Ketegangan kali ini adalah kesekian kali bagi dua negara. Padahal Korsel secara geopolitik adalah mitra keamanan Jepang dalam persoalan Korea Utara. Dua negara bersama Amerika Serikat (AS) beberapa pekan terakhir akur menyikapi situasi di Semenanjung Korea.
Namun, persoalan sejarah dan nasionalisme kerab membuat Korsel (juga Cina dan Taiwan) dengan Jepang saling membuat ketersinggungan. Perdana Menteri Abe pada Ahad (21/4), kembali mengunjungi Kuil sengketa Yasukuni untuk kesekian kali.
Abe berkunjung ke kuil yang berada di Tokyo itu untuk menghormati jasa para pendahulunya yang gugur dalam Perang Asia Timur di era Perang Dunia ke dua. Abe yang berdiri diatas nasionalisme negaranya menganggap kunjungan itu adalah kemestian.
Abe tidak sendiri. Dihari yang sama, Wakil Perdana Menteri Taro Aso juga ikut "berziarah" di kuil tersebut. Sedangkan beberapa anggota kabinet baru bentukan Abe, juga mengunjungi kuil kontroversi itu sehari sebelum kunjungan Abe, Sabtu (20/4).
Bagi Korsel, kunjungan itu adalah penghinaan. Di tempat tersebut adalah makam dari 14 serdadu Jepang yang dicap internasional sebagai penjahat perang kelas tinggi. 14 nama pendahulu Abe tersebut bertanggung jawab atas kematian 2,5 juta rakyat tiga negara (Korsel, Taiwan, Cina).
Pada 2003 Cina, pernah "memaki" Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi yang berkunjung ke rumah ibadah penganut Shinto tersebut. Pada 2012, saat menjabat sebagai Ketua Parlemen Abe juga mendapat kecaman dari tiga negara lantaran kunjungan serupa.
Jubir Kemenlu di Seoul, Cho Tai-young mengatakan, hubungan bilateral dua negara akan rusak lantaran sengketa ziarah ini. Seoul kata dia, sudah meminta agar pemerintah di Tokyo menyadari ketersinggungan masyarakat di negaranya. (data diambil dari REPUBLIKA.CO.ID , terbitan 22 April 2013)
"Sikap kami tetap sulit menerima kunjungan (ke Kuil Yasukuni) tersebut. Menteri Yun memutuskan untuk (membatalkan) kunjungan kali ini," kata seorang pejabat Kemenlu di Seoul seperti diberitakan laman berita resmi Korsel, Yonhap, Senin (22/4).
Ketegangan kali ini adalah kesekian kali bagi dua negara. Padahal Korsel secara geopolitik adalah mitra keamanan Jepang dalam persoalan Korea Utara. Dua negara bersama Amerika Serikat (AS) beberapa pekan terakhir akur menyikapi situasi di Semenanjung Korea.
Namun, persoalan sejarah dan nasionalisme kerab membuat Korsel (juga Cina dan Taiwan) dengan Jepang saling membuat ketersinggungan. Perdana Menteri Abe pada Ahad (21/4), kembali mengunjungi Kuil sengketa Yasukuni untuk kesekian kali.
Abe berkunjung ke kuil yang berada di Tokyo itu untuk menghormati jasa para pendahulunya yang gugur dalam Perang Asia Timur di era Perang Dunia ke dua. Abe yang berdiri diatas nasionalisme negaranya menganggap kunjungan itu adalah kemestian.
Abe tidak sendiri. Dihari yang sama, Wakil Perdana Menteri Taro Aso juga ikut "berziarah" di kuil tersebut. Sedangkan beberapa anggota kabinet baru bentukan Abe, juga mengunjungi kuil kontroversi itu sehari sebelum kunjungan Abe, Sabtu (20/4).
Bagi Korsel, kunjungan itu adalah penghinaan. Di tempat tersebut adalah makam dari 14 serdadu Jepang yang dicap internasional sebagai penjahat perang kelas tinggi. 14 nama pendahulu Abe tersebut bertanggung jawab atas kematian 2,5 juta rakyat tiga negara (Korsel, Taiwan, Cina).
Pada 2003 Cina, pernah "memaki" Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi yang berkunjung ke rumah ibadah penganut Shinto tersebut. Pada 2012, saat menjabat sebagai Ketua Parlemen Abe juga mendapat kecaman dari tiga negara lantaran kunjungan serupa.
Jubir Kemenlu di Seoul, Cho Tai-young mengatakan, hubungan bilateral dua negara akan rusak lantaran sengketa ziarah ini. Seoul kata dia, sudah meminta agar pemerintah di Tokyo menyadari ketersinggungan masyarakat di negaranya. (data diambil dari REPUBLIKA.CO.ID , terbitan 22 April 2013)
Masih
banyak kasus yang terjadi antar kedua negara tersebut bahkan pada tahun 2014
inipun banyak serangkaian ketegangan yang terjadi, seolah luka dari peristiwa
sejarah tak dapat dilupakan begitu saja dari ingatan korea.
Akhir
dari tulisan ini saya berpesan pada diri pribadi dan semuanya, janganlah
terlalu membesarkan ketegangan yang terjadi dengan tetangga bisa jadi dari
ketegangan tersebut ada pihak luar yang malah mendapat keuntungan dari
ketegangan tersebut. Seperti ketegangan jepang dan korea, bisa jadi ada pihak
luar yang malah di untungkan dengan ketengannya, misal dari pihak liberalis
barat ataupun pihak komunis yang memang keduanya sedang gencar-gentar bersaing
mendapat pengaruh dari negara-negara asia. Tidak hanya jepang dan korea,
konflik yang terjadi antara Indonesia dan Malaisyapun bisa jadi lahan berebut
pengaruh kedua paham tersebut.
Sekian
dari tulisan saya, jika ada yang kurang berkenan dengan tulisan ini, saya mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Bukankah negara kita negara yang yang demokrasi?,
yang katanya bebas berpendapat?,

Tidak ada komentar:
Posting Komentar